Selasa, 25 Oktober 2016

Bentuk-bentuk Liberalisme



Bentuk-Bentuk Liberalisme

Adinda Amalia Firdha, Edna Sari Kusuma Dewi, Muhammad Wildan Al-Faruq, Nadifa Chuzaima, Ongky Mulya Aditya

Abstrak Liberalisme adalah suatu paham yang menjunjung tentang kebebasan. Lahirnya liberalisme di Eropa diawali oleh dominasi gereja, yang pada saat itu mengatur segala sesuatu baik dibidang politik, ekonomi, maupun agama. Hal ini menciptakan adanya pemberontakan untuk mendapatkan kebebasan. Lambat laun liberalisme menghasilkan berbagai macam bentuk yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di dunia. Walaupun lahirnya liberalisme di Eropa tetapi negara Amerika sampai saat ini maish menggunakan paham liberalisme tersebut. 

Kata Kunci : Liberalisme, Kebebasan, Eropa, Amerika

Menurut Sudrajat (2015: 160) liberalisme secara etimologi, liberalisme (dalam bahasa inggris liberalism) adalah derivasi dari kata liberty (dalam bahasa inggris) atau liberte (dalam bahasa Prancis) yang berati bebas. Kata liberal, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti: (1) bersifat bebas; (2) berpandangan bebas (luas dan terbuka). Arti kata liberal menurut para pemikir barat berarti bebas tanpa batas sepanjang pandangan bebas tersebut sesuai dengan akal-budi manusia, karena hukum, menurut pandangan mereka adalah perintah akal budi (Yanggo, 2004: 78). Secara garis besar Liberialisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya suatu kebebasan individu dalam segala bidang, baik bidang politik, ekonomi maupun agama. Menurut paham ini titik pusat dalam kehidupan adalah individu tersebut. Bagi para peneliti istilah liberalisme merupakan terminologi yang cukup sulit untuk di definisikan, karena konsep liberalisme tidak hanya terbentuk pada satu waktu, akan tetapi melalui rentang waktu yang panjang dengan tokoh yang bayak dan orientasi yang berbeda – beda. Namun demikian, liberalisme memiliki esensi yang disepakati oleh seluruh pemikir liberal pada setiap zaman, dengan perbedaan – perbedaan pemikiran dan penerapannya. Aliran ini memandang bahwa manusia dengan seluruh akalnya mampu memahami segala sesuatu. Manusia dapat mengembangkan diri dan masyarakatnya melalui kegiatan rasional dan bebas.
Menurut Sudrajat (2015 : 161) Karakter yang paling kuat ada dalam aliran ini adalah kebebasan individu dan rasionalisme.
Pertama, setiap orang bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan siapa pun, termasuk negara. Oleh karena itu liberalisme sangat mementingkan kebebasan dengan semua jenisnya. Kebebasan dalam pandangan meraka tidak terbatas, selama tidak merugikan dan bertabrakan dengan kebebsan orang lain.
Kedua, penganut liberalisme meyakini bahwa akal manusia mampu mencapai segala kemaslahatan hidup yang dikehendakinya. Standart kebenaran adalah akal dan rasio. 
Dengan kata lain liberalisme merupakan aliran pemikiran yang berorientasi kepada kebebasan individu, menghormati kemerdekaan setiap orang.

SEJARAH LAHIRNYA LIBERALISME
Liberalisme lahir menjadi suatu paham dan melembaga sekitar abad 18 di daratan Eropa dan Inggris.  Idealisme liberal sesungguhnya adalah produk dari moderenisasi barat yang telah menggilas cara pandang lama yang membuat cara pikir manusia dikendalikan oleh sesuatu diluar dirinya. Embrio perjuangan kaum liberal yang menentang setiap tindakan yang dianggap menekan kebebasan individu sebenarnya telah ada di Inggris. Kebebasan individu akhirnya dijamin dengan dikeluarkannya Magna Charta tahun 1215. Isi piagam tersebut adalah bahwa seorang (kecuali budak) tidak boleh ditangkap, dipenjara, disiksa, diasingkan, atau disita hak miliknya tanpa cukup alasan menurut hukum.
Menurut Agung (2013:60) mengungkapkan bahwa dua peristiwa penting yang menjadi dasar lahirnya paham liberalisme ialah
a.       Declaration of Independence
Ke 13 koloni Inggris di Amerika Utara berhasil melepaskan diri dari belenggu penjajahan inggris dan menghasilkan “Declaration of Independence”, yang menyatakan “bahwa semua orang diciptakan sama, bahwa tuhan telah menganugrahi beberapa hak yang tidak dapat dipisahkan daripadanya, diantaranya hak hidup, kebebasan-kemerdekaan, dan hak untuk mencapai kebahagiaan” (life, liberty, and pursuit of happines).
b.      Buku Wealth of Nation karya Adam Smith yang isisnya mengenai gagasan-gagasan pokok yang menjadi dasar bagi kaum liberal di bidang ekonomi yang lazim dirumuskan dengan “laisser faire,laisser passer” (produksi bebas, perdagangan bebas).
Agung (2013:60) mengungkapkan bahwa, Pertumbuhan dan perkembangan perjuangan kaum liberal semakin nyata dengan munculnya golongan borjuis di Prancis yang menyuarakan liberalisme sebagai aksi protes terhadap kepincangan yang ada di Prancis selama itu. Di Eropa daratan yang sebelumnya berkuasa para raja – raja kaum feodal tidak saja memegang kendali kekuasaan politik, tetapi berperan dalam penguasaan ekonomi, baik di tingkat pemilikan sampai kepada produksi. Pada saat itu yang paling berperan adalah kalangan gereja, jadi pada masa itu kehidupan di dominasi oleh gereja. Kekuasaan gereja sangat besar, gereja tidak hanya memiliki hak untuk menentukan kegiatan politik,ekonomi maupun keagamaan harus berjalan. Akibat tindakan gereja, raja dan kaum feodal yang tirani, rakyat melakukan perlawanan. Mereka menuntut kebebasan, persamaan dan keadilan liberty, fraternity, dan equality, sebuah semboyan yang dikumandangkan dalam revolusi di Prancis, telah melahirkan liberialisme dalam lapangan politik.
Revolusi Prancis tahun 1789, dan revolusi industri di awal abad 19, telah melahirkan suaru abad baru di Eropa, abad pencerahan Renaissance, atau Aufklarung menurut Syam (2007:246). Adanya liberalisme membentuk masyarakat Eropa dengan perubahan nilai etika dan moral dalam berbagai aspek kehidupan maupun keagamaan. Revolusi di berbagai bidang itu, telah mengubah cara pandang manusia menjadi pusat di alam semesta, terjadi radikalisme manusia, masyarakat dan sejarah di Eropa (Barat). Kebebasan berfikir yang tumbuh demikian besar disebabkan oleh adanya pengakuan hak – hak individu untuk mengembangkan kreativitas dan berpendapat.
Selanjutnya lewat kekuasaan Napoleon Bonaparte, paham liberalisme ini disebarluaskan ke seluruh Eropa dan kemuadian menyebar ke seluruh dunia dengan semboyan (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Jadi lahirnya paham liberalisme ialah berawal dari bangsa Eropa yang merasa dikuasai oleh gereja, yang pada saat itu gereja hampir menguasai seluruh kegiatan kehidupan di Eropa baik kegiatan politik, ekonomi, maupun agama yang mengakibatkan munculnya aksi protes atas ketimpangan yang berlaku pada saat itu, sehingga kemudian mereka menginginkan suatu kebebasan, kemerdekaan tanpa harus terikat oleh dominasi gereja yang berlaku. Atas usaha beberapa golongan, seperti golongan kaum Borjuis yang mampu mendekati rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang absolut, hingga akhirnya gerakan liberalisme ini meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya Revolusi Prancis
Sistem Politik Liberal
Liberalis, menurut Huszar dan Stevenson dalam bukunya Political Science, bersumber kepada pemikiran politik yang bersumber dari teori John Lock (1632-1704), yang mengemukakan bahwa manusia itu dijamin oleh konstitusi dan dilindungi oleh pemerintah. Sistem politik liberal ini sangat kuat mempengaruhi bentu        k negara di Eropa Barat pada awalnya, kemudian berkembang pasca kolonialisasi dunia Barat terhadap dunia ke tiga, yakni kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Pengaruh semakin meluas dan mendunia, perlahan kini telah mengorbit dalam sistem demokrasi liberal.
Terbentuknya suatu negara merupakan kehendak dari individu – individu. Oleh karena itu, yang berhak mengatur dan menentukan adalah individu – individu tersebut. Dengan kata lain, kekuasaan negara yang tertinggi ( kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan rakyat.
Dengan dianutnya paham liberal, negara – negara kerajaan yang bersifat feodal dan bertumpu kepada kesetiaan terhadap raja dan keluarganya telah berubah. Dengan pengaruh liberalisme, bentuk republik bersifat parlementer seperti Jerman, Prancis, Italia. Adapun yang monarki absolut bergeser menjadi monarki konstitusional seperti Inggris, Belanda, Belgia, Spanyol. Setelah berakhirnya perang dunia di pertengahan abad 20 dan setelah runtuhnya paham komunisme membuat, yang awalnya suara raja dan suara paus dijadikan sebagai suara tuhan, namun setelah pengaruh liberalisme kuat melanda di Eropa kekuatan suara berada di tangan rakyat atau setiap warga, itu berarti suara rakyat adalah suara Tuhan.

BENTUK-BENTUK LIBERALISME
       Bentuk-bentuk liberalisme yang dikemukakan oleh beberapa tokoh menurut Sudrajat (2015: 165-175), adalah sebagai berikut :
1. Liberalisme (Absolut) Thomas Hobbes
       Hobbes berpendapat bahwa gagasan tentang kebebasan total individu di dalam lingkungan alami diciptakan untuk mengandaikan perlunya menerima ketaatan yang sepenuhnya di dalam masyarakat. Lingkungan alami yang dimaksud adalah lingkungan peperangan dimana situasi ketika seseorang tidak bisa mencegah terjadinya pertikaian fisik. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha semua individu untuk keluar dari lingkungan alami tersebut.
       Menurut Hobbes, gagasan tentang hak alami mengarah pada diciptakannya hukum alami yang mengarahkan manusia untuk memasang batas-batas terhadap hak alaminya untuk melakukan apapun yang mereka kehendaki (Sudrajat, 2015: 166). Meskipun demikian, baginya tak seorangpun memiliki hak dan kewajiban alami terhadap orang lain dan satu-satunya kewajiban adalah memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Pandangan inilah yang menjadi ciri dasar liberalisme.
       Hans Fink (dalam Sudrajat 2015: 166) menjelaskan bahwa pemikiran Hobbers menyediakan kerangka yang di dalamnya terdapat kesimpulan-kesimpulan absolut bisa didedukasikan dari premis-premis yang merupakan landasan bagi paham liberalisme. Meskipun manusia itu setara, namun secara alami tidak bersifat sosial dan kemudian mereka memutuskan berdasarkan kepentingan mereka sendiri untuk menyepakati agar negara memaksa mereka menjadi makhluk sosial. Jadi, negara menempatkan satu individu diatas individu yang lain dan mengizinkan terciptanya perbedaa peringkat dalam masyarakat.
2. Liberalisme (Konstitusional) John Locke
       John Locke menyatakan bahwa hak alami adalah serangkaian hak spesifik yang terkait dengan kewajiban terhadap orang lain (Sudrajat, 2015: 164). Menurutnya, hak alami manusia memiliki kandungan yang terbatas. Pertama manusia memiliki hak hidup yaitu manusia berhak atas kepemilikan atas tubuhnya sendiri dan tidak bisa diambil oleh siapapun. Kedua, manusia memiliki hak atas hasi kerja kerasnya sendiri yaitu jika seseorang telah mengambil untuk dirinya sendiri dari alam maka orang lain tidak berhak untuk mengganggunya.
       John Locke berpendapat bahwa lingkungan alami pada dasarnya adalah suatu keadaan yang luas dan diliputi oleh suasana keadamaian. Pandangan ini bertolak belakang dengan Hobbes dimana ia beranggapan bahwa lingkungan alami sama dengan keadaan perang. Oleh karena itu, menurut John Lock jika ada negara dan sistem legal diperlukan, itu berarti terdapat orang-orang yang memaksakan kehendaknya atau menambah hak alaminya dan berusaha merampas hak hidup orang lain.
       Kekuasaan negara didasarkan pada kontrak antara para anggota masyarakat yang menyerahkan hak alaminya kepada pemegang kekuasaan untuk tujuan tertentu. Dalam hal ini, filsafat sosial John Locke, didasarkan pada prinsip-prinsip liberal untuk mendukung pemerintahan yang konstusional dan demokratis. Baginya, negara merupakan abdi rakyat yaitu bukan hanya berlaku kebaikan diluar negeri tapi juga didalam negeri tetapi juga berlaku kebaikan mengenai kebijakan dalam negeri serta melakukan perlindungan terhadap rakyat maupun hak milik rakyat.
3. Liberalisme (Utilitarian) David Hume
        David Hume berpendapat bahwa lingkungan alami manusia dipenuhi dengan konvensi. Intinya adalah adanya perasaan yang sungguh-sungguh dimiliki oleh orang serta kesepakatan atau konvensi yang benar-benar melibatkan mereka. Dalam pandangannya lembaga-lembaga sosial dibentuk secara berangsur-angsur dari kepentingan diri yang tercerahkan (Sudrajat, 2015: 165).
       Setiap individu memiliki kecenderungan untuk berkumpul bersama individu lain dan pada saat yang bersamaan mereka memiliki kecenderungan alami untuk berinteraksi seperti  bekerja sama, tolong menolong, hingga akhirnya tumbuh rasa saling percaya terhadap individu lainnya misalkan pada keluarga dan sahabat. Hal inilah yang merupakan fondasi semua hubungan sosial.
       Dilihat dari formasi kelompok keluarga dan sahabat tersebut, manusia mendapat pengalaman berbagi dan merasakan manfaat ketika mereka melakukan tindakan-tindakan tolong menolong ataupun bekerja sama, sehingga manusia cenderung untuk tidak mengganggu milik orang lain, asalkan orang lain tidak melakukan hal yang sama. Dari tindakan tersebut, manusia mulai mengembangkan tindakan artifisial untuk menjada diri mereka. Menurut Hume, tindakan-tindakan tersebut didasarkan pada konvensi yang tidak dapat diucapkan. Meskipun demikian, tindakan-tindakan tersebut mengikat kelompok-kelompok yang saling kenal dan secara bertahap meluas diluar kelompok tersebut.
       Ide tentang keadilan dan ketidakadilan pun tumbuh dari konvensi yang tidak terucapkan. Dalam perkembangannya, ketika tuntutan keadilan dirasakan, orang-orang mulai merasakan perlunya prosedur yang formal. Untuk memebuhi tuntutan itu, diperlukan lembaga-lembaga yang dapat mengurus kebutuhan mereka bersama.
       Liberalisme awal adalah suatu pemikiran tentang perubahan sosial menyeluruh yang didasarkan dan diarahkan oleh akal. Berdasarkan pandangan-pandangan filsafat sosialnya pada rasa nyaman dan pada manfaat lembaga-lembaga sosial, Hans Fink (dalam Sudrajat, 2015: 166) menilai bahwa Hume merupakan pelopor dari corak liberalisme yang lebih bergairah dan bersifat utilitarian.
4. Liberalisme (Kedaulatan Rakyat) Jean-Jacques Rousseau
       Rousseau berpendapat bahwa manusia pada dasarnya baik, dan kebaikan dasar itu tidak bisa dicapai dengan jalan mengganti prasangka tradisional dengan akal (Sudrajat, 2015: 166). Untuk melawan peradapan kontemporer (penggunaan rasio/akal) ia justru menjadikan alam sebagai cita-cita yaitu kembali ke alam karena disana ada suatu kehidupan yang seimbang serta kebebasam nyata dalam komunitas sederhana.
       Menurut Rousseau, kontrak akan menciptakan kebebasan dalam bentuk yang lebih tinggi. Tujuan legislasi untuk memperbesar kebebasan tersebut, karena kedaulatan harus ada di tangan rakyat dan harus ada ditangan rakyat selamanya. Dalam masyarakat yang bebas, individu akan mendapatkan kebebasan baru, kebebasan seorang warga negara dan kebebasan ini hanya dibatasi oleh “kehendak umum”. Maksudnya adalah kehendak masyarakat yang mengungkapkan kepentingan umum masyarakat dan karena kehendak individu terangkum dalam kehendak umum, ia tidak bisa benar-benar dibatasi olehnya. Hans Fink (dalam Sudrajat, 2015: 167) mengatakan bahwa hehendak umum bukanlah sebagai hasil pemilu atau survei opini, melainkan lebih sebagai kesepakatan sepenuhnya yang bisa dicapai melalui diskusi informal terbuka dalam suatu kelompok yang memiliki tugas bersama.
5. Liberalisme (Egalitarian/Akal Murni) Immanuel Kant
       Menurut Immanuel Kant, pengetahuan hak dan kewajiban yang sahih secara universal didapatkan dari refleksi atas hakikat pikiran manusia itu sendiri dan tidak diturunkan dari pengalaman. Ia memandang manusia sebagai binatang yang memiliki kebutuhan dan nafsu namun rasional. Kehidupan binatang diarahkan oleh hukum alami sedangkan perilaku manusia tidak diarahkan oleh hukum alami melainkan oleh hukum akal. Hukum itu adalah hukum kebebasan yang berarti mengikuti akal manusia itu sendiri.
       Hukum akal yang mendasar menurut Kant adalah imperatif kategoris. Hukum ini bersifat kategoris yaitu tidak bergantung pada apapun dan secara khusus tidak ada kaitannya dengan sesuatu yang mungkin menyenangkan, memuaskan, atau membanggakan (Sudrajat, 2015: 168). Kant juga berpendapat bahwa “kebebasan seseorang tidaklah mengandung ketidakbebasan orang lain”. Ungkapan ini merupakan pendapat paling sempurna atas liberalisme egalitarian yang bebas konflik dan friksi.
6. Liberalisme (Utilitarianisme-Hedonik) Jeremy Bentham
       Menurut Bentham, titik tolak pemikiran tentang masyarakat harus berangkat dari individu dan perasaannya serta lembaga-lembaga masyarakat maupun negara hanya bisa dibenarkan sejauh mereka menciptkan kenikmatan terhadap individu. Menurutnya, setiap tindakan manusia adalah upaya untuk menghasilkan kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Dalam pandangannya, tidak ada tempat bagi perintah-perintah ilahi atau hak alami ataupun kewajiban yang didedukasikan dari renungan tentang akal murni manusia model Kant. Tindakannya hanya bisa dinilai berdasarkan konsekuensinya. Orang-orang yang melakukan tindakan tertentu yang bisa menyakiti orang lain akan secara artifisial menanggung sejumlah rasa sakit.
       Penyesuaian-penyesuaian yang ditetapkan secara publik terhadap berbagai konsekuensi dari tindakan tertentu, seperti halnya koruptor yang dihukum adalah hal yang dibenarkan. Dengan demikian hukuman yang diberikan pada orang yang bersalah adalah sebagai bentuk pencegahan umum dari tindakan-tindakan yang secara keseluruhan lebih cenderung menyebabkan ketidaknyamanan bersama (Sudrajat, 2015: 170).
       Pemikiran Bentham adalah sebentuk utilitarianisme yaitu suatu teori yang menyatakan bahwa setiap tindakan dan lembaga hanya bisa dinilai berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya dalam kaitannya dengan kenikmatan dan ketidaknikmatan yang mereka hasilkan bagi semua yang terlibat. Liberalisme utilitarianisme-hedonik berfungsi sebagai legitimasi liberal bagi lembaga-lembaga sosial yang bercorak kapitalis.
7. Liberalisme (Utilitarianisme-Sosial) John Stuart Mill
       John Stuart Mill memiliki pendapat yang masih dalam konteks utilitarianisme hanya saja memodifikasi seginya. Basis teoritis modifikasi itu adalah pembedaan antara bentuk-bentuk kebahagiaan atau kenikmatan yang tinggi dan rendah. Kebahagiaan atau kenikmatan rohani lebih tinggi dibandingkan kebahgiaan atau kenikmatan jasmani. Setiap orang harus dibiarkan bebas mengembangkan kemampuan mereka sehingga dapat mencapai kebahagiaan dan kenikmatan yang tinggi.
       Hak individu atas pengembangan diri harus dilindungi dari pihak lain. Selain itu kebebasan berpikir, berbicara, dan pers juga harus dilindungi. Apabila terjadi kendala ataupun masalah mengenai hal-hal itu, maka negara harus ikut melakukan tindakan. Pemikiran Mill sering disebut sebagai bentuk dari liberalisme sosial karena ia memadukan hak individualisme tradisional dengan kepedulian terhadap hak-hak politik dan perkembangan pribadi serta kebebasan bagi semua orang.
8. Liberalisme (Klasik) F.A. Hayek
       Pemikiran hayek mengenai kebebasan terdapat dalam bukunya yang berjudul “The Constution of Liberty”. Argumen ini dalam bukunya adalah mengenai kebebasan dalam maknanya bagi individu, masyarakat dan peradaban secara umum. Hayek berpendapat bahwa peradaban modern sedang mengalami krisis karena barat telah kehilangan kepercayaan terhadap prinsip-prinsip kebebasan atau kemerdekaan. Pada akhirnya pemikiran menuntut tindakan, dan Hayek berupaya membentuk ulang pikiran melalui filsafat politik, mempertahankan nilai-nilai fundamental, mengartikulasikan cita-cita yang menjadi panduan bersama dalam bentuk Kedaulatan Hukum, dan memperjelas standar yang seharusnya menentukan kebijakan (Sudrajat, 2015: 172).
       Hayek memandang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terbaik yang dapat dipraktikan selama kaum mayoritas memiliki komitmen terhadap kebebasan individu, kedaulatan hukum, dan pemerintahan terbatas. Pada dasarnya demokrasi bukanlah sebuah pandangan hidup, melainkan seperangkat prosedur untuk menyusun dan menjalankan pemerintahan. Tidak ada tujuan yang substantif atau keyakinan inti yang melekat didalamnya yang hakiki bagi sebuah pemerintahan yang demokratis (Sudrajat, 2015: 174).
       Dalam sebuah masyarakat bebas, pemerintahan memiliki fungsi sebagai pencegah individu melakukan pemaksaan terhadap individu lain dan hal ini juga berlaku pada pemerintah. Pemakaian kekuasaan memaksa pemerintah dibatasi dan pembatasan ini juga berlaku bagi semua orang, baik yang membuat maupun menegakkan hukum. Kebebasan dan tanggung tidak dapat dipisahkan. Tanggung jawab berarti setiap individu harus menanggung akibat dari tindakannya. Jadi setiap kebebasan yang dilakukan setiap individu memiliki konsekuensi dan individu tersebut harus menerima segala resikonya.
       Kedaulatan hukum yang idela mensyaratkan bahwa hukum yang ada memiliki ciri-ciri yang sama. Hukum harus bersifat umum, harus diketahui secara pasti, diterapkan secara adil pada semua orang, harus membatasi pihak eksekutif dengan aturan-aturan legislatif dan yudikatif serta hukum harus menjamin hak-hak dasar maupun kebebasan sipil (Sudrajat, 2015: 174). Pada bagian akhir dari The Constitution of Liberty, Hayek mengulas dua hal yang menonjol, yaitu yang pertama mengenai pemerintah agar menyediakan berbagai layanan sosial sesuai dengan prinsip-prinsip dan yang kedua adalah mengenai keteguhan Hayek yang menentang kebijakan-kebijakan yang bertujuan mendistribusikan ulang kekayaan atau keadilan sosial.

SISTEM POLITIK LIBERAL DI AMERIKA
Kurang dari seperempat abad yang lampau, dengan sejumlah kecil pengecualian, demokrasi terlihat terbatas pada amerika utara dan eropa barat. Negara-negara ini memilki ekonomi industri yang maju, jumlah kelas menengah yang cukup besar, dan tingkat melek huruf yang tinggi---faktor-faktor yang oleh para ahli politik dianggap sebagai prasyarat bagi kesuksesan demokrasi. Negara-negara tersebut tidak hanya merupakan tempat bagi pemilihan umum multipartai yang bebas dan kompetetif, tetapi juga tempat bagi pemerinatahan berdasarkan hokum dan perlindungan kebebasan individual. Singkatnya, merekalah yang kemudian disebut “demokrasi liberal”.(Huntington,dkk, 2005 :193).
            Demokrasi liberal merupakan gabungan dari dua elemen yang berbeda, yang memiliki pengertian tersendiri yang tegas. Pengertian “demokrasi” dalam garis besar adalah kekuasaan ada di tangan rakyat. Pada masa ini demokrasi banyak diartikan sebagai hak pilih yang dimiliki semua rakyat secara umum dan masyarakat untuk mendapatkan sebuah jabatan. Kata “liberal” dalam pengertian demokrasi liberal tidak mengacu pada siapa yang berkuasa tetapi pada bagaimana kekuasaan dijalankan. Konsep hak alamiah atau hak yang tidak dapat dicabut, yang sekarang lebih umum disebut sebagai “hak-hak azasi manusia”, berasal dari liberalisme. Keutamaan hak azasi manusia berarti bahwa perlindungan terhadap wilayah pribadi, serta kemajemukan dan beragam tujuan yang dikehendaki manusia dalam pengejaran kebahagiaan mereka, merupakan unsure penting dari tatanan politik liberal.
             Kenyataan bahwa demokrasi dan liberalism bukannya tidak dapat dipisahkan terbukti melalui jejak sejarah adanya negara demokrasi non-liberal dan Negara non-demokrasi yang liberal. Demokrasi pada zaman kuno, walaupun penduduknya lebih terlibat dalam pemerintahan dibandingkan dengan kita pada masa kini, tidak menyediakan kebebasan berpendapat dan beragama, perlindungan atas kepemilikan pribadi, atau pemerintahan berdasarkan konstitusi. Di sisi lain, tempat kelahiran liberalism, inggris yang modern, hingga abad ke-19 masih sangat membatasi hak suara masyarakat. Seperti ang diungkapan oleh Zakaria, inggris memiliki contok klasik demokratisasi dengan perluasaan hak pilih secara bertahap setelah lembaga-lembaga penting liberalisme konstitusional dibentuk. Pada masa kini, Zakaria mengangkat Hongkong di bawah aturan kolonial Inggris, sebagai contoh liberalism yang tumbuh subur tanpa demokrasi.( Huntington,dkk, 2005 :195-196).
            Akan tetapi, fenomena yang sekarang terjadi di masyarakat modern, liberalisme sangat mudah tumbuh di negara yang menganut sistem demokrasi seperti di negara demokrasi besar seperti Amerika Serikat yang menjunjung tinggi kebebasan. Maka dari itu orang-orang sering mengatakan bahwa “apapun bisa kamu lakukan di Negara Amerika sana…..”  yang menggambarkan bahwa di amerika menjunjung tinggi kebebasan individu. Paham liberalisme di Amerika Serikat disebut sebagai lieralisme modern. Paham liberal di Amerika Serikat dapat dikatakan sebagai institusi dan prosedur politis yang mendorong kebebasan ekonomi, perlindungan yang lemah dari yang lebih kuat, dan kebebasab dari norma-norma sosial bersifat membatasi. 

PENUTUP
Liberalisme merupakan suatu paham yang mejunjung tinggi kebebasan tiap individu. Paham ini muncul pertama kali di Eropa yang saat itu diawali dengan didominasi oleh gereja. Pada saat itu, penduduk di Eropa melakukan pemberontakan untuk menuntut kebebasan yang akhirnya berkembang menjadi paham liberalisme. Dalam kurun waktu yang panjang, liberalisme terus berkembang dan memunculkan tokoh dengan berbagai bentuk pemikirannya. Liberalisme sangat mudah tumbuh di negara yang menganut sistem demokrasi seperti di negara demokrasi besar yaitu Amerika Serikat.















DAFTAR RUJUKAN

Agung, Leo. 2013. Sejarah Intelektual . Yogyakrta : Ombak
Basalim, Umar. 2007. Pemikiran Politik Barat . Jakarta : PT Bumi Aksara
Huntington, Samuel P, dkk. Amerika Serikat. Amerika dan Dunia. Jakarta : Yayasan obor Indonesia.
Sudrajat, Ajat. 2015. Sejarah Pemikiran Islam dan Dunia Barat . Malang : Intrans publishing.
Yanggo, H.T. 2004. Membendung Liberalisme. Jakarta: Republika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar