Bentuk-Bentuk Liberalisme
Adinda
Amalia Firdha, Edna Sari Kusuma Dewi, Muhammad Wildan Al-Faruq, Nadifa
Chuzaima, Ongky Mulya Aditya
Abstrak Liberalisme
adalah suatu paham yang menjunjung tentang kebebasan. Lahirnya liberalisme di
Eropa diawali oleh dominasi gereja, yang pada saat itu mengatur segala sesuatu
baik dibidang politik, ekonomi, maupun agama. Hal ini menciptakan adanya
pemberontakan untuk mendapatkan kebebasan. Lambat laun liberalisme menghasilkan
berbagai macam bentuk yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di dunia. Walaupun
lahirnya liberalisme di Eropa tetapi negara Amerika sampai saat ini maish
menggunakan paham liberalisme tersebut.
Kata Kunci : Liberalisme,
Kebebasan, Eropa, Amerika
Menurut
Sudrajat (2015: 160) liberalisme secara etimologi, liberalisme (dalam bahasa
inggris liberalism) adalah derivasi dari kata liberty (dalam
bahasa inggris) atau liberte (dalam bahasa Prancis) yang berati bebas. Kata
liberal, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti: (1) bersifat bebas; (2)
berpandangan bebas (luas dan terbuka). Arti kata liberal menurut para pemikir
barat berarti bebas tanpa batas sepanjang pandangan bebas tersebut sesuai
dengan akal-budi manusia, karena hukum, menurut pandangan mereka adalah
perintah akal budi (Yanggo, 2004: 78). Secara garis besar Liberialisme adalah
suatu paham yang menghendaki adanya suatu kebebasan individu dalam segala
bidang, baik bidang politik, ekonomi maupun agama. Menurut paham ini titik
pusat dalam kehidupan adalah individu tersebut. Bagi para peneliti istilah
liberalisme merupakan terminologi yang cukup sulit untuk di definisikan, karena
konsep liberalisme tidak hanya terbentuk pada satu waktu, akan tetapi melalui
rentang waktu yang panjang dengan tokoh yang bayak dan orientasi yang berbeda –
beda. Namun demikian, liberalisme memiliki esensi yang disepakati oleh seluruh
pemikir liberal pada setiap zaman, dengan perbedaan – perbedaan pemikiran dan
penerapannya. Aliran ini memandang bahwa manusia dengan seluruh akalnya mampu
memahami segala sesuatu. Manusia dapat mengembangkan diri dan masyarakatnya
melalui kegiatan rasional dan bebas.
Menurut
Sudrajat (2015 : 161) Karakter yang paling kuat ada dalam aliran ini adalah
kebebasan individu dan rasionalisme.
Pertama, setiap orang bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan
siapa pun, termasuk negara. Oleh karena itu liberalisme sangat mementingkan
kebebasan dengan semua jenisnya. Kebebasan dalam pandangan meraka tidak
terbatas, selama tidak merugikan dan bertabrakan dengan kebebsan orang lain.
Kedua, penganut liberalisme meyakini bahwa akal manusia mampu
mencapai segala kemaslahatan hidup yang dikehendakinya. Standart kebenaran adalah
akal dan rasio.
Dengan kata
lain liberalisme merupakan aliran pemikiran yang berorientasi kepada kebebasan
individu, menghormati kemerdekaan setiap orang.
SEJARAH LAHIRNYA LIBERALISME
Liberalisme
lahir menjadi suatu paham dan melembaga sekitar abad 18 di daratan Eropa dan
Inggris. Idealisme liberal sesungguhnya
adalah produk dari moderenisasi barat yang telah menggilas cara pandang lama
yang membuat cara pikir manusia dikendalikan oleh sesuatu diluar dirinya.
Embrio perjuangan kaum liberal yang menentang setiap tindakan yang dianggap
menekan kebebasan individu sebenarnya telah ada di Inggris. Kebebasan individu
akhirnya dijamin dengan dikeluarkannya Magna Charta tahun 1215. Isi
piagam tersebut adalah bahwa seorang (kecuali budak) tidak boleh ditangkap,
dipenjara, disiksa, diasingkan, atau disita hak miliknya tanpa cukup alasan
menurut hukum.
Menurut Agung (2013:60) mengungkapkan bahwa dua peristiwa penting
yang menjadi dasar lahirnya paham liberalisme ialah
a.
Declaration
of Independence
Ke
13 koloni Inggris di Amerika Utara berhasil melepaskan diri dari belenggu
penjajahan inggris dan menghasilkan “Declaration of Independence”, yang
menyatakan “bahwa semua orang diciptakan sama, bahwa tuhan telah menganugrahi
beberapa hak yang tidak dapat dipisahkan daripadanya, diantaranya hak hidup,
kebebasan-kemerdekaan, dan hak untuk mencapai kebahagiaan” (life, liberty,
and pursuit of happines).
b.
Buku
Wealth of Nation karya Adam Smith yang isisnya mengenai gagasan-gagasan
pokok yang menjadi dasar bagi kaum liberal di bidang ekonomi yang lazim
dirumuskan dengan “laisser faire,laisser passer” (produksi bebas,
perdagangan bebas).
Agung (2013:60) mengungkapkan bahwa, Pertumbuhan dan perkembangan
perjuangan kaum liberal semakin nyata dengan munculnya golongan borjuis di
Prancis yang menyuarakan liberalisme sebagai aksi protes terhadap kepincangan
yang ada di Prancis selama itu. Di Eropa daratan yang sebelumnya berkuasa para
raja – raja kaum feodal tidak saja memegang kendali kekuasaan politik, tetapi
berperan dalam penguasaan ekonomi, baik di tingkat pemilikan sampai kepada
produksi. Pada saat itu yang paling berperan adalah kalangan gereja, jadi pada
masa itu kehidupan di dominasi oleh gereja. Kekuasaan gereja sangat besar,
gereja tidak hanya memiliki hak untuk menentukan kegiatan politik,ekonomi
maupun keagamaan harus berjalan. Akibat tindakan gereja, raja dan kaum feodal
yang tirani, rakyat melakukan perlawanan. Mereka menuntut kebebasan, persamaan
dan keadilan liberty, fraternity, dan equality, sebuah semboyan
yang dikumandangkan dalam revolusi di Prancis, telah melahirkan liberialisme
dalam lapangan politik.
Revolusi Prancis tahun 1789, dan revolusi industri di awal abad 19,
telah melahirkan suaru abad baru di Eropa, abad pencerahan Renaissance,
atau Aufklarung menurut Syam (2007:246). Adanya liberalisme membentuk
masyarakat Eropa dengan perubahan nilai etika dan moral dalam berbagai aspek
kehidupan maupun keagamaan. Revolusi di berbagai bidang itu, telah mengubah
cara pandang manusia menjadi pusat di alam semesta, terjadi radikalisme
manusia, masyarakat dan sejarah di Eropa (Barat). Kebebasan berfikir yang
tumbuh demikian besar disebabkan oleh adanya pengakuan hak – hak individu untuk
mengembangkan kreativitas dan berpendapat.
Selanjutnya
lewat kekuasaan Napoleon Bonaparte, paham liberalisme ini disebarluaskan ke
seluruh Eropa dan kemuadian menyebar ke seluruh dunia dengan semboyan
(kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Jadi lahirnya paham liberalisme ialah
berawal dari bangsa Eropa yang merasa dikuasai oleh gereja, yang pada saat itu
gereja hampir menguasai seluruh kegiatan kehidupan di Eropa baik kegiatan
politik, ekonomi, maupun agama yang mengakibatkan munculnya aksi protes atas
ketimpangan yang berlaku pada saat itu, sehingga kemudian mereka menginginkan
suatu kebebasan, kemerdekaan tanpa harus terikat oleh dominasi gereja yang
berlaku. Atas usaha beberapa golongan, seperti golongan kaum Borjuis yang mampu
mendekati rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang absolut, hingga akhirnya
gerakan liberalisme ini meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya
Revolusi Prancis
Sistem Politik Liberal
Liberalis, menurut Huszar dan Stevenson dalam bukunya Political
Science, bersumber kepada pemikiran politik yang bersumber dari teori John
Lock (1632-1704), yang mengemukakan bahwa manusia itu dijamin oleh konstitusi
dan dilindungi oleh pemerintah. Sistem politik liberal ini sangat kuat
mempengaruhi bentu k negara di
Eropa Barat pada awalnya, kemudian berkembang pasca kolonialisasi dunia Barat
terhadap dunia ke tiga, yakni kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Pengaruh
semakin meluas dan mendunia, perlahan kini telah mengorbit dalam sistem
demokrasi liberal.
Terbentuknya suatu negara merupakan kehendak dari individu –
individu. Oleh karena itu, yang berhak mengatur dan menentukan adalah individu
– individu tersebut. Dengan kata lain, kekuasaan negara yang tertinggi (
kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan rakyat.
Dengan dianutnya paham liberal, negara – negara kerajaan yang
bersifat feodal dan bertumpu kepada kesetiaan terhadap raja dan keluarganya
telah berubah. Dengan pengaruh liberalisme, bentuk republik bersifat
parlementer seperti Jerman, Prancis, Italia. Adapun yang monarki absolut
bergeser menjadi monarki konstitusional seperti Inggris, Belanda, Belgia,
Spanyol. Setelah berakhirnya perang dunia di pertengahan abad 20 dan setelah
runtuhnya paham komunisme membuat, yang awalnya suara raja dan suara paus dijadikan
sebagai suara tuhan, namun setelah pengaruh liberalisme kuat melanda di Eropa
kekuatan suara berada di tangan rakyat atau setiap warga, itu berarti suara
rakyat adalah suara Tuhan.
BENTUK-BENTUK
LIBERALISME
Bentuk-bentuk liberalisme yang dikemukakan oleh beberapa tokoh
menurut Sudrajat (2015: 165-175), adalah sebagai berikut :
1. Liberalisme
(Absolut) Thomas Hobbes
Hobbes berpendapat bahwa gagasan tentang kebebasan total
individu di dalam lingkungan alami diciptakan untuk mengandaikan perlunya
menerima ketaatan yang sepenuhnya di dalam masyarakat. Lingkungan alami yang
dimaksud adalah lingkungan peperangan dimana situasi ketika seseorang tidak
bisa mencegah terjadinya pertikaian fisik. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha
semua individu untuk keluar dari lingkungan alami tersebut.
Menurut
Hobbes, gagasan tentang hak alami mengarah pada diciptakannya hukum alami yang
mengarahkan manusia untuk memasang batas-batas terhadap hak alaminya untuk
melakukan apapun yang mereka kehendaki (Sudrajat, 2015: 166). Meskipun
demikian, baginya tak seorangpun memiliki hak dan kewajiban alami terhadap
orang lain dan satu-satunya kewajiban adalah memenuhi kebutuhan dirinya
sendiri. Pandangan inilah yang menjadi ciri dasar liberalisme.
Hans Fink (dalam Sudrajat 2015: 166) menjelaskan bahwa
pemikiran Hobbers menyediakan kerangka yang di dalamnya terdapat
kesimpulan-kesimpulan absolut bisa didedukasikan dari premis-premis yang
merupakan landasan bagi paham liberalisme. Meskipun manusia itu setara, namun
secara alami tidak bersifat sosial dan kemudian mereka memutuskan berdasarkan
kepentingan mereka sendiri untuk menyepakati agar negara memaksa mereka menjadi
makhluk sosial. Jadi, negara menempatkan satu individu diatas individu yang
lain dan mengizinkan terciptanya perbedaa peringkat dalam masyarakat.
2. Liberalisme
(Konstitusional) John Locke
John Locke menyatakan bahwa hak alami adalah serangkaian hak
spesifik yang terkait dengan kewajiban terhadap orang lain (Sudrajat, 2015:
164). Menurutnya, hak alami manusia memiliki kandungan yang terbatas. Pertama
manusia memiliki hak hidup yaitu manusia berhak atas kepemilikan atas tubuhnya
sendiri dan tidak bisa diambil oleh siapapun. Kedua, manusia memiliki hak atas
hasi kerja kerasnya sendiri yaitu jika seseorang telah mengambil untuk dirinya
sendiri dari alam maka orang lain tidak berhak untuk mengganggunya.
John Locke berpendapat bahwa lingkungan alami pada dasarnya
adalah suatu keadaan yang luas dan diliputi oleh suasana keadamaian. Pandangan
ini bertolak belakang dengan Hobbes dimana ia beranggapan bahwa lingkungan
alami sama dengan keadaan perang. Oleh karena itu, menurut John Lock jika ada
negara dan sistem legal diperlukan, itu berarti terdapat orang-orang yang
memaksakan kehendaknya atau menambah hak alaminya dan berusaha merampas hak
hidup orang lain.
Kekuasaan negara didasarkan pada kontrak antara para anggota
masyarakat yang menyerahkan hak alaminya kepada pemegang kekuasaan untuk tujuan
tertentu. Dalam hal ini, filsafat sosial John Locke, didasarkan pada prinsip-prinsip
liberal untuk mendukung pemerintahan yang konstusional dan demokratis. Baginya,
negara merupakan abdi rakyat yaitu bukan hanya berlaku kebaikan diluar negeri
tapi juga didalam negeri tetapi juga berlaku kebaikan mengenai kebijakan dalam
negeri serta melakukan perlindungan terhadap rakyat maupun hak milik rakyat.
3. Liberalisme
(Utilitarian) David Hume
David Hume berpendapat
bahwa lingkungan alami manusia dipenuhi dengan konvensi. Intinya adalah adanya
perasaan yang sungguh-sungguh dimiliki oleh orang serta kesepakatan atau
konvensi yang benar-benar melibatkan mereka. Dalam pandangannya lembaga-lembaga
sosial dibentuk secara berangsur-angsur dari kepentingan diri yang tercerahkan
(Sudrajat, 2015: 165).
Setiap individu memiliki kecenderungan untuk berkumpul bersama
individu lain dan pada saat yang bersamaan mereka memiliki kecenderungan alami
untuk berinteraksi seperti bekerja sama,
tolong menolong, hingga akhirnya tumbuh rasa saling percaya terhadap individu
lainnya misalkan pada keluarga dan sahabat. Hal inilah yang merupakan fondasi
semua hubungan sosial.
Dilihat dari formasi kelompok keluarga dan sahabat tersebut,
manusia mendapat pengalaman berbagi dan merasakan manfaat ketika mereka
melakukan tindakan-tindakan tolong menolong ataupun bekerja sama, sehingga
manusia cenderung untuk tidak mengganggu milik orang lain, asalkan orang lain
tidak melakukan hal yang sama. Dari tindakan tersebut, manusia mulai
mengembangkan tindakan artifisial untuk menjada diri mereka. Menurut Hume,
tindakan-tindakan tersebut didasarkan pada konvensi yang tidak dapat diucapkan.
Meskipun demikian, tindakan-tindakan tersebut mengikat kelompok-kelompok yang
saling kenal dan secara bertahap meluas diluar kelompok tersebut.
Ide tentang keadilan dan ketidakadilan pun tumbuh dari
konvensi yang tidak terucapkan. Dalam perkembangannya, ketika tuntutan keadilan
dirasakan, orang-orang mulai merasakan perlunya prosedur yang formal. Untuk
memebuhi tuntutan itu, diperlukan lembaga-lembaga yang dapat mengurus kebutuhan
mereka bersama.
Liberalisme awal adalah suatu pemikiran tentang perubahan
sosial menyeluruh yang didasarkan dan diarahkan oleh akal. Berdasarkan
pandangan-pandangan filsafat sosialnya pada rasa nyaman dan pada manfaat
lembaga-lembaga sosial, Hans Fink (dalam Sudrajat, 2015: 166) menilai bahwa
Hume merupakan pelopor dari corak liberalisme yang lebih bergairah dan bersifat
utilitarian.
4. Liberalisme
(Kedaulatan Rakyat) Jean-Jacques Rousseau
Rousseau berpendapat bahwa manusia pada dasarnya baik, dan
kebaikan dasar itu tidak bisa dicapai dengan jalan mengganti prasangka
tradisional dengan akal (Sudrajat, 2015: 166). Untuk melawan peradapan
kontemporer (penggunaan rasio/akal) ia justru menjadikan alam sebagai cita-cita
yaitu kembali ke alam karena disana ada suatu kehidupan yang seimbang serta
kebebasam nyata dalam komunitas sederhana.
Menurut Rousseau, kontrak akan menciptakan kebebasan dalam
bentuk yang lebih tinggi. Tujuan legislasi untuk memperbesar kebebasan
tersebut, karena kedaulatan harus ada di tangan rakyat dan harus ada ditangan
rakyat selamanya. Dalam masyarakat yang bebas, individu akan mendapatkan
kebebasan baru, kebebasan seorang warga negara dan kebebasan ini hanya dibatasi
oleh “kehendak umum”. Maksudnya adalah kehendak masyarakat yang mengungkapkan kepentingan
umum masyarakat dan karena kehendak individu terangkum dalam kehendak umum, ia
tidak bisa benar-benar dibatasi olehnya. Hans Fink (dalam Sudrajat, 2015: 167)
mengatakan bahwa hehendak umum bukanlah sebagai hasil pemilu atau survei opini,
melainkan lebih sebagai kesepakatan sepenuhnya yang bisa dicapai melalui
diskusi informal terbuka dalam suatu kelompok yang memiliki tugas bersama.
5. Liberalisme
(Egalitarian/Akal Murni) Immanuel Kant
Menurut Immanuel Kant, pengetahuan hak dan kewajiban yang sahih
secara universal didapatkan dari refleksi atas hakikat pikiran manusia itu
sendiri dan tidak diturunkan dari pengalaman. Ia memandang manusia sebagai
binatang yang memiliki kebutuhan dan nafsu namun rasional. Kehidupan binatang
diarahkan oleh hukum alami sedangkan perilaku manusia tidak diarahkan oleh
hukum alami melainkan oleh hukum akal. Hukum itu adalah hukum kebebasan yang
berarti mengikuti akal manusia itu sendiri.
Hukum akal yang mendasar menurut Kant adalah imperatif
kategoris. Hukum ini bersifat kategoris yaitu tidak bergantung pada apapun dan
secara khusus tidak ada kaitannya dengan sesuatu yang mungkin menyenangkan,
memuaskan, atau membanggakan (Sudrajat, 2015: 168). Kant juga berpendapat bahwa
“kebebasan seseorang tidaklah mengandung ketidakbebasan orang lain”. Ungkapan
ini merupakan pendapat paling sempurna atas liberalisme egalitarian yang bebas
konflik dan friksi.
6. Liberalisme
(Utilitarianisme-Hedonik) Jeremy Bentham
Menurut Bentham, titik tolak pemikiran tentang masyarakat
harus berangkat dari individu dan perasaannya serta lembaga-lembaga masyarakat
maupun negara hanya bisa dibenarkan sejauh mereka menciptkan kenikmatan
terhadap individu. Menurutnya, setiap tindakan manusia adalah upaya untuk
menghasilkan kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Dalam pandangannya, tidak
ada tempat bagi perintah-perintah ilahi atau hak alami ataupun kewajiban yang
didedukasikan dari renungan tentang akal murni manusia model Kant. Tindakannya
hanya bisa dinilai berdasarkan konsekuensinya. Orang-orang yang melakukan
tindakan tertentu yang bisa menyakiti orang lain akan secara artifisial
menanggung sejumlah rasa sakit.
Penyesuaian-penyesuaian yang ditetapkan secara publik terhadap
berbagai konsekuensi dari tindakan tertentu, seperti halnya koruptor yang
dihukum adalah hal yang dibenarkan. Dengan demikian hukuman yang diberikan pada
orang yang bersalah adalah sebagai bentuk pencegahan umum dari
tindakan-tindakan yang secara keseluruhan lebih cenderung menyebabkan
ketidaknyamanan bersama (Sudrajat, 2015: 170).
Pemikiran Bentham adalah sebentuk utilitarianisme yaitu suatu
teori yang menyatakan bahwa setiap tindakan dan lembaga hanya bisa dinilai
berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya dalam kaitannya dengan kenikmatan dan
ketidaknikmatan yang mereka hasilkan bagi semua yang terlibat. Liberalisme
utilitarianisme-hedonik berfungsi sebagai legitimasi liberal bagi
lembaga-lembaga sosial yang bercorak kapitalis.
7. Liberalisme
(Utilitarianisme-Sosial) John Stuart Mill
John Stuart Mill memiliki pendapat yang masih dalam konteks
utilitarianisme hanya saja memodifikasi seginya. Basis teoritis modifikasi itu
adalah pembedaan antara bentuk-bentuk kebahagiaan atau kenikmatan yang tinggi
dan rendah. Kebahagiaan atau kenikmatan rohani lebih tinggi dibandingkan
kebahgiaan atau kenikmatan jasmani. Setiap orang harus dibiarkan bebas
mengembangkan kemampuan mereka sehingga dapat mencapai kebahagiaan dan
kenikmatan yang tinggi.
Hak individu atas pengembangan diri harus dilindungi dari
pihak lain. Selain itu kebebasan berpikir, berbicara, dan pers juga harus
dilindungi. Apabila terjadi kendala ataupun masalah mengenai hal-hal itu, maka
negara harus ikut melakukan tindakan. Pemikiran Mill sering disebut sebagai
bentuk dari liberalisme sosial karena ia memadukan hak individualisme
tradisional dengan kepedulian terhadap hak-hak politik dan perkembangan pribadi
serta kebebasan bagi semua orang.
8. Liberalisme (Klasik)
F.A. Hayek
Pemikiran hayek mengenai kebebasan terdapat dalam bukunya yang
berjudul “The Constution of Liberty”.
Argumen ini dalam bukunya adalah mengenai kebebasan dalam maknanya bagi
individu, masyarakat dan peradaban secara umum. Hayek berpendapat bahwa
peradaban modern sedang mengalami krisis karena barat telah kehilangan
kepercayaan terhadap prinsip-prinsip kebebasan atau kemerdekaan. Pada akhirnya
pemikiran menuntut tindakan, dan Hayek berupaya membentuk ulang pikiran melalui
filsafat politik, mempertahankan nilai-nilai fundamental, mengartikulasikan
cita-cita yang menjadi panduan bersama dalam bentuk Kedaulatan Hukum, dan
memperjelas standar yang seharusnya menentukan kebijakan (Sudrajat, 2015: 172).
Hayek memandang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terbaik
yang dapat dipraktikan selama kaum mayoritas memiliki komitmen terhadap
kebebasan individu, kedaulatan hukum, dan pemerintahan terbatas. Pada dasarnya
demokrasi bukanlah sebuah pandangan hidup, melainkan seperangkat prosedur untuk
menyusun dan menjalankan pemerintahan. Tidak ada tujuan yang substantif atau
keyakinan inti yang melekat didalamnya yang hakiki bagi sebuah pemerintahan
yang demokratis (Sudrajat, 2015: 174).
Dalam sebuah masyarakat bebas, pemerintahan memiliki fungsi
sebagai pencegah individu melakukan pemaksaan terhadap individu lain dan hal
ini juga berlaku pada pemerintah. Pemakaian kekuasaan memaksa pemerintah
dibatasi dan pembatasan ini juga berlaku bagi semua orang, baik yang membuat
maupun menegakkan hukum. Kebebasan dan tanggung tidak dapat dipisahkan.
Tanggung jawab berarti setiap individu harus menanggung akibat dari
tindakannya. Jadi setiap kebebasan yang dilakukan setiap individu memiliki
konsekuensi dan individu tersebut harus menerima segala resikonya.
Kedaulatan hukum yang idela mensyaratkan bahwa hukum yang ada
memiliki ciri-ciri yang sama. Hukum harus bersifat umum, harus diketahui secara
pasti, diterapkan secara adil pada semua orang, harus membatasi pihak eksekutif
dengan aturan-aturan legislatif dan yudikatif serta hukum harus menjamin
hak-hak dasar maupun kebebasan sipil (Sudrajat, 2015: 174). Pada bagian akhir
dari The Constitution of Liberty,
Hayek mengulas dua hal yang menonjol, yaitu yang pertama mengenai pemerintah
agar menyediakan berbagai layanan sosial sesuai dengan prinsip-prinsip dan yang
kedua adalah mengenai keteguhan Hayek yang menentang kebijakan-kebijakan yang
bertujuan mendistribusikan ulang kekayaan atau keadilan sosial.
SISTEM
POLITIK LIBERAL DI AMERIKA
Kurang dari seperempat
abad yang lampau, dengan sejumlah kecil pengecualian, demokrasi terlihat
terbatas pada amerika utara dan eropa barat. Negara-negara ini memilki ekonomi
industri yang maju, jumlah kelas menengah yang cukup besar, dan tingkat melek
huruf yang tinggi---faktor-faktor yang oleh para ahli politik dianggap sebagai
prasyarat bagi kesuksesan demokrasi. Negara-negara tersebut tidak hanya
merupakan tempat bagi pemilihan umum multipartai yang bebas dan kompetetif,
tetapi juga tempat bagi pemerinatahan berdasarkan hokum dan perlindungan
kebebasan individual. Singkatnya, merekalah yang kemudian disebut “demokrasi
liberal”.(Huntington,dkk, 2005 :193).
Demokrasi
liberal merupakan gabungan dari dua elemen yang berbeda, yang memiliki
pengertian tersendiri yang tegas. Pengertian “demokrasi” dalam garis besar
adalah kekuasaan ada di tangan rakyat. Pada masa ini demokrasi banyak diartikan
sebagai hak pilih yang dimiliki semua rakyat secara umum dan masyarakat untuk
mendapatkan sebuah jabatan. Kata “liberal” dalam pengertian demokrasi liberal
tidak mengacu pada siapa yang berkuasa tetapi pada bagaimana kekuasaan
dijalankan. Konsep hak alamiah atau hak yang tidak dapat dicabut, yang sekarang
lebih umum disebut sebagai “hak-hak azasi manusia”, berasal dari liberalisme.
Keutamaan hak azasi manusia berarti bahwa perlindungan terhadap wilayah
pribadi, serta kemajemukan dan beragam tujuan yang dikehendaki manusia dalam
pengejaran kebahagiaan mereka, merupakan unsure penting dari tatanan politik
liberal.
Kenyataan bahwa demokrasi dan liberalism
bukannya tidak dapat dipisahkan terbukti melalui jejak sejarah adanya negara
demokrasi non-liberal dan Negara non-demokrasi yang liberal. Demokrasi pada
zaman kuno, walaupun penduduknya lebih terlibat dalam pemerintahan dibandingkan
dengan kita pada masa kini, tidak menyediakan kebebasan berpendapat dan
beragama, perlindungan atas kepemilikan pribadi, atau pemerintahan berdasarkan
konstitusi. Di sisi lain, tempat kelahiran liberalism, inggris yang modern,
hingga abad ke-19 masih sangat membatasi hak suara masyarakat. Seperti ang
diungkapan oleh Zakaria, inggris memiliki contok klasik demokratisasi dengan
perluasaan hak pilih secara bertahap setelah lembaga-lembaga penting
liberalisme konstitusional dibentuk. Pada masa kini, Zakaria mengangkat
Hongkong di bawah aturan kolonial Inggris, sebagai contoh liberalism yang
tumbuh subur tanpa demokrasi.( Huntington,dkk, 2005 :195-196).
Akan
tetapi, fenomena yang sekarang terjadi di masyarakat modern, liberalisme sangat
mudah tumbuh di negara yang menganut sistem demokrasi seperti di negara
demokrasi besar seperti Amerika Serikat yang menjunjung tinggi kebebasan. Maka
dari itu orang-orang sering mengatakan bahwa “apapun bisa kamu lakukan di
Negara Amerika sana…..” yang
menggambarkan bahwa di amerika menjunjung tinggi kebebasan individu. Paham
liberalisme di Amerika Serikat disebut sebagai lieralisme modern. Paham liberal
di Amerika Serikat dapat dikatakan sebagai institusi dan prosedur politis yang
mendorong kebebasan ekonomi, perlindungan yang lemah dari yang lebih kuat, dan
kebebasab dari norma-norma sosial bersifat membatasi.
PENUTUP
Liberalisme merupakan
suatu paham yang mejunjung tinggi kebebasan tiap individu. Paham ini muncul
pertama kali di Eropa yang saat itu diawali dengan didominasi oleh gereja. Pada
saat itu, penduduk di Eropa melakukan pemberontakan untuk menuntut kebebasan
yang akhirnya berkembang menjadi paham liberalisme. Dalam kurun waktu yang
panjang, liberalisme terus berkembang dan memunculkan tokoh dengan berbagai
bentuk pemikirannya. Liberalisme sangat mudah tumbuh di negara yang menganut
sistem demokrasi seperti di negara demokrasi besar yaitu Amerika Serikat.
DAFTAR RUJUKAN
Agung,
Leo. 2013. Sejarah Intelektual . Yogyakrta : Ombak
Basalim,
Umar. 2007. Pemikiran Politik Barat . Jakarta : PT Bumi Aksara
Huntington,
Samuel P, dkk. Amerika Serikat. Amerika
dan Dunia. Jakarta : Yayasan obor Indonesia.
Sudrajat, Ajat. 2015. Sejarah Pemikiran Islam dan Dunia Barat
. Malang : Intrans publishing.
Yanggo, H.T. 2004. Membendung
Liberalisme. Jakarta: Republika.